Kesiapan Siswa Terhadap Sistem Pembelajaran Era Digital 5.0

digitalisasi pendidikan

Modernis.co, JakartaEra Society 5.0 menuntut segala hal untuk berkolaborasi dengan perkembangan teknologi, salah satunya di dalam dunia pendidikan. Era Society 5.0 kemajuan teknologi memungkinkan penyelenggaraan pendidikan tanpa harus bertatap secara langsung dengan kehadiran pembelajaran digital. Kehadiran pembelajaran digital mengharuskan segala elemen dalam pendidikan untuk menghadapi transformasi era 5.0 ke dalam dunia pendidikan.

Oleh karena itu penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui penerapan literasi digital pada pembelajaran dalam menghadapi kesiapan pendidikan di era society 5.0. Penulisan karya ini dilakukan  dengan menggunakan metode studi kepustakaan (Library Study). Hasil yang didapatkan dalam penulisan  ini didapatkan bahwa penerapan dalam literasi digital juga mendukung perkembangan nilai karakter peserta didik.

Pada bidang pendidikan di Era Society 5.0 bisa jadi siswa atau mahasiswa dalam proses pembelajarannya langsung berhadapan dengan robot yang khusus dirancang untuk menggantikan pendidik atau dikendalikan oleh pendidik dari jarak jauh. Kesiapan pelaksanaan literasi digital di dunia pendidikan di Era Society 5.0 pada proses transformasi digital Indonesia masih perlu memperhatikan infrastruktur tidak hanya pada kesiapan teknologi namun,  pengembangan SDM untuk kesiapan transformasi dalam melakukan sinkronisasi pendidikan dan industri dan penggunaan teknologi sangat diperlukan

Era Digital 5.0

Kehadiran konsep revolusi 5.0 pertama kali dikemukakan dalam buku  “Basic Policyon Economic and Fiscal Management and Reform 2016”.  Konsep 5.0 adalah solusi dari tantangan yang diciptakan pada era 4.0 yang menimbulkan disrupsi  yang  ditandai  dunia  yang  penuh  gejolak, ketidakpastian, kompleksitas,dan  ambiguitas. Pada era revolusi 5.0 manusia ditempatkan sebagai komponen utama di dalamnya, bukan hanya sekedar menjadi passive component. (Mega,2022).

Kemampuan yang harus dimiliki setiap manusia pada era 5.0 salah satunya adalah problem solving. Pada era 5.0 manusia dituntut untuk lebih cepat dalam menghasilkan solusi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Manusia pada era ini harus mampu bersikap dan berpikir maju dalam mengikuti perkembangan arus zaman.

Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi semakin pesat. Salah satunya adalah society 5.0 yang digagas oleh negara Jepang. Pada dasarnya  society 5.0 merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang berbasis modern yang memanfaatkan teknologi internet of things seperti kecerdasan buatan (AI), komputerisasi, juga industry robot. Manusia dituntut harus mampu untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi saat ini.

Dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi ketertinggalan di tengah era kemajuan teknologi. Adapun cara-cara tersebut ialah; kemampuan memecahkan masalah kompleks, kemampuan berpikir kritis, dan meningkatkan diri dalam keterampilan pengembangan digital serta kemampuan kreatifitas. Peningkatan kemampuan ini dapat mendorong juga kemajuan dunia pendidikan.

Dunia pendidikan merupakan wujud elemen yang harus bertransformasi di era 5.0. Dunia pendidikan dengan adanya teknologi diharapkan dapat menjangkau tempat atau desa terpencil untuk mengatasi kesenjangan terhadap pelayanan pendidikan dan teknologi yang diberikan kepada masyarakat luas. Pelayanan tersebut diharapkan dapat diberikan dengan optimal dan juga berkualitas. Dengan adanya society 5.0 dunia semakin berkembang dan bergerak dengan cepat. Melalui data society 5.0 juga diharapkan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi sosial masyarakat.

Peranan dunia Pendidikan memiliki tanggung jawab secara penuh untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam menghadapi masa depan. Pada era 5.0  anak-anak diharapkan tidak hanya diberikan bekal ilmu pengetahuan saja, tetapi juga harus dibekali dengan cara berpikir kritis. Tujuan dari harapan tersebut adalah membiasakan anak-anak dengan cara berpikir kritis, menganalisa dan berkreasi.

Cara berpikir dengan kritis, menganalisa, dan berkreasi dikenal dengan  High Other Thinking Skills atau cara berpikir tingkat tinggi. Dengan memiliki kemampuan HOTS (Higher Order Thinking Skill), peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep pengetahuan yang tepat dengan praktek secara langsung dan merasakan bagaimana cara menghadapi permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya.

Beberapa model pembelajaran bisa dipilih dan diterapkan oleh pendidik kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan nalar berpikir kritis seperti ;Inquiry Learning, Discovery Learning , Project Based Learning, Problem Based Learning. Peranan pendidik adalah  memberikan arahan kepada peserta didik untuk menemukan titik permasalahan dengan solusi yang muncul dari ide peserta didik sendiri. Tujuannya agar peserta didik bisa terus berinovasi dan lebih kreatif.

Peserta didik tidak hanya diperkenalkan dengan permasalahan di lingkungan sekitar, tapi peserta didik akan diperkenalkan dengan permasalahan universal. Metode tersebut akan menambah wawasan dari peserta didik. Pemanfaatan berbagai macam teknologi seperti telepon genggam, laptop juga dapat digunakan untuk memaksimalkan pembelajaran.

Sistem Pembelajaran Era Digital

Kemajuan akan teknologi informasi memungkinkan segala hal dilakukan tanpa harus bertatap segara langsung. Perkembangan tersebut mengubah sistem pembelajaran atau arah pendidikan yang dahulunya hanya education sekarang menjadi edutainment. (Afif, 2019).

Kehadiran sistem pembelajaran yang digital membuka sebuah pandangan baru dalam melakukan perkembangan di dunia pendidikan dengan hadirnya sistem pembelajaran digital atau dikenal dengan e-learning. E-learning merupakan teknologi dan informasi dan komunikasi untuk mengaktifkan siswa untuk belajar kapanpun dan dimanapun. (Husnusaddah, 2021).

Kesiapan Siswa

Pada Era Society 5.0 masyarakat dihadapkan dengan teknologi yang memunkinkan pengaksesan dalam ruang maya yang terasa seperti ruang fisik. Teknologi yang dimiliki oleh Era Society 5.0 AI berbasis big data dan robot untuk melakukan atau mendukung pekerjaan manusia.     Berbeda dengan revolusi industri 4.0 yang lebih menekankan pada bisnis saja, namun dengan teknologi Era Society 5.0 tercipta sebuah nilai baru yang akan menghilangkan kesenjangan sosial, usia, jenis kelamin, bahasa dan menyediakan produk serta layanan yang dirancang khusus untuk beragam kebutuhan individu dan kebutuhan banyak orang.

Pendidikan Indonesia saat memasuki era 4.0. Pembelajaran online merupakan trend pendidikan di Indonesia saat ini yang menggunakan internet untuk menghubungkan guru dan siswa. Tenaga Pendidik memberikan bimbingan belajar berbasis online, kemajuan teknologi tampaknya menjadi potensi bisnis di bidang pendidikan. (Syarizka, 2019).

Perkembangan teknologi yang pesat telah mengubah tatanan pendidikan di Indonesia; misalnya sejak tahun 2013, sistem ujian nasional telah bergeser dari ujian berbasis kertas menjadi ujian berbasis online, sistem penerimaan siswa baru dari tingkat sekolah dasar ke tingkat universitas telah berubah, semuanya sudah dilakukan secara online, mulai dari pendaftaran hingga pengumuman penerimaan. (Daulay, 2019).

Pendidik seharusnya tidak hanya fokus pada perannya dalam transfer of knowledge, tetapi juga menekankan pendidikan karakter, moral, dan keteladanan di era Revolusi Industri 4.0. Fakta bahwa meskipun teknologi dapat menggantikan transfer pengetahuan, tidak ada alat atau teknologi canggih yang dapat menggantikan penerapan soft dan hard skill. (Risdianto, 2019).

Gerakan literasi digital muncul dari keberadaan internet dan kecepatan mesin pencari beroperasi. Mencari teori, konsep, praktik, dan bentuk pengetahuan lainnya di internet menjadi sangat sederhana dan cepat. Menyikapi revolusi industri 4.0, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan tiga kategori literasi (salah satunya literasi digital) pada tahun 2017. (Risdianto, 2019).

Konsep literasi digital tidak hanya mencakup “membaca”, tetapi juga meningkatkan kapasitas seseorang untuk memahami dan memanfaatkan informasi digital untuk tujuan yang benar, menghindari hoax, dll. (Aoun, 2017).

Siswa diharapkan dapat berpikir kritis di era revolusi industri 4.0, sehingga pembelajaran berbasis kasus atau case-based learning merupakan metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.  Kehadiran sistem pembelajaran online dari pembelajaran secara offline sebelumnya merupakan bentuk dari transformasi di era digital. Hal ini menuntut oleh seluruh kalangan tak terkecuali, siswa untuk siap menghadapi bentuk dari transformasi tersebut.

Kesiapan adalah keadaan siap untuk bertindak atau menanggapi suatu stimulus. Kesiapan juga diartikan sebagai keadaan penerimaan terhadap pengalaman atau aktivitas, seperti kesiapan sekolah atau kesiapan untuk mengubah perilaku.

Kesiapan sangat penting untuk dilakukan dan dimiliki pada era 5.0 karena, memiliki pengaruh terhadap prestasi akademik karena akan mempengaruhi proses pencarian informasi siswa yang yang menghasilkan seluruh pengetahuan baru yang inovatif sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan pembelajaran dimana siswa dituntut untuk bisa mandiri dalam proses belajarnya yang secara langsung berdampak pada peningkatan hasil prestasi akademik siswa. (Suarsi, 2023).

Pengaruh Motivasi Belajar dan Kemandirian Siswa di Era Digital 5.0

Motivasi dan kemandirian siswa dalam belajar tergolong ke dalam faktor psikologis yang dapat mempengaruhi capaian hasil belajar siswa. Faktor psikologis siswa memiliki peranan yang besar dalam mempengaruhi keberlangsungan kegiatan pembelajaran. (Sardiman, 2016).

Keberhasilan akan proses pembelajaran dapat tercapai apabila siswa mempunyai motivasi yang baik dalam pembelajaran (Cahyani dkk., 2020). Begitu pula kegiatan belajar yang diiringi dengan sikap belajar mandiri, maka siswa akan bertanggung jawab atas pembelajaran yang mereka memiliki keinginan dan kedisiplinan yang tinggi dengan begitu prestasi yang dicapai akan lebih maksimal. (Asmar, 2018).

Pada proses pelaksanaan pembelajaran daring kedua faktor ini memiliki peranan yang sangat penting dan diharapkan dimiliki oleh setiap siswa. Motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelajaran siswa, khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran online. (Nasrah, 2020).

Selain itu, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud bahwa pembelajaran daring juga menuntut siswa untuk mampu menciptakan serta membangun pengetahuannya secara mandiri melalui kemandirian belajar. (Fadila dkk., 2021).

Motivasi siswa dalam belajar harus selalu ditumbuh kembangkan. Sebab, hasil belajar akan maksimal  jika  ada  motivasi  yang tepat (Sardiman,  2016).  Semakin  tinggi  motivasi  siswa  dalam belajar maka akan mendorong siswa untuk giat belajar dengan meningkatkan intensitas belajarnya, dengan begitu hasil belajar yang diperoleh pun akan semakin meningkat. (Amirullah dkk., 2016).

Ketika siswa memiliki motivasi belajar yang kuat dalam dirinya, maka siswa tersebut akan mengurangi hal-hal yang  kurang  bermanfaat  dengan    menambah  pengetahuannya  demi  memperoleh  prestasi  belajar yang baik dari kerja keras yang telah dilakukan. (Waluyo, 2013).

Sardiman (2016) menyatakan bahwa tingkat intelegensi cukup  tinggi pada siswa  dapat  mengalami  kegagalan  hanya  karena  kurangnya  motivasi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shahbaz bahwa motivasi belajar siswa yang tinggi akan menunjukkan hasil belajar yang lebih tinggi pula, korelasi positif antara motivasi dengan hasil belajar. (Lin dkk., 2017).

Kemandirian berkaitan dengan cara berpikir individu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki tanpa bergantung kepada orang lain (Desmita, 2016). Ali dan Ansori (2012) meyakini bahwa kemandirian  timbul  dari  kematangan  diri  individu. Kemandirian  belajar diartikan sebagai kegiatan belajar aktif yang didorong dengan niat dan motif untuk menguasai suatu kompetensi  guna  mengatasi  suatu  permasalahan  yang  dibangun  atas  bekal  pengetahuan  dan kompetensi  yang  telah  dimiliki. (Mudjiman,  2011).

Kemandirian  belajar  dilakukan  atas  dasar inisiatif,   dimana   siswa   mendiagnosis   sendiri   kebutuhan   belajarnya,   merumuskan   tujuan pembelajaran, mengidentifikasi  sumber  materi,  dan  melakukan  pembelajaran  sesuai  dengan strategi yang mereka pilih dalam mengevaluasi hasil belajarnya. (Tseng, 2013).

Menurut Assagaf (2016) salah satu faktor yang penting untuk mencapai hasil belajar yang baik, yang perlu menjadi perhatian adalah kemandirian belajar siswa. Siswa dengan kemandirian belajar yang tinggi akan mencapai hasil belajar yang lebih maksimal. (Sobri & Moerdiyanto, 2014).

Proses pada pembelajaran merupakan penentu atas tercapai tidaknya tujuan dari pembelajaran. Pada era digitalisasi kurikulum merdeka belajar diterapkan dimana siswa harus mampu untuk mencari dan menggali informasi mengenai pengetahuannya secara mandiri. Kehadiran kurikulum ini juga merupakan bentuk dari implementasi era digital 5.0. Proses pembelajaran akan berhasil manakala seorang siswa memiliki motivasi dan kemandirian dalam belajar. (Leny, 2022).

Motivasi belajar merupakan bentuk usaha yang  dirasa mendesak  dan  memiliki  peran didasari  kemauan  sendiri  dalam upaya  untuk mencapai tujuan dalam belajar. Dalam konsep pembelajaran di era digitalisasi kemandirian untuk menggali informasi sangat diperlukan bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Kemandirian terhadap siswa sudah diterapkan sejak masa pandemi Covid-19.

Hal ini dikarenakan seluruh aktivitas belajar mengajar dilakukan secara daring karena, adanya anjuran yang telah ditetapkan. Kemandirian belajar (Self Regulated Learning) adalah hal yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam membangun konsep dan prinsip yang dipelajarinya. Kemandirian belajar itu sendiri merupakan suatu kesadaran diri untuk belajar dengan tidak bergantung kepada orang lain dan merasa bertanggung jawab dalam mencapai tujuan yang diinginkan. (Yuliati & Saputra, 2020).

Tingkat kemandirian pada siswa sangat memiliki peranan penting. Rendahnya tingkat kemandirian siswa merupakan suatu hal yang harus diselesaikan karena hal ini akan berdampak kepada kompetensi yang diraih oleh peserta didik. (Gemilang, 2021).

Peran Emosional dalam Kesuksesan Siswa dalam Sistem Pembelajaran Era Digital 5.0

Pembelajaran merupakan  rangkaian aktivitas yang memiliki tujuan membantu mempermudah seseorang belajar sehingga terjadi belajar yang optimal. Menurut Nurjan, S., dkk (2021), pembelajaran merupakan suatu proses dimana lingkungan siswa secara sengaja dikelola untuk memungkinkan mereka turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu agar secara optimal. Dimana salah satu faktor dari siswa yang ikut menentukan prestasi belajar adalah aspek kecerdasan emosional. (Saputro dkk, 2020).

Emosi dapat memberikan informasi kepada siswa mengenai segala hal yang menjadi kebutuhan di lingkungan masyarakat dan segala hal yang berhubungan dengan motivasi, semangat, dan kendali yang sangat erat. Seseorang yang tidak mampu mengontrol emosinya akan mengalami kesulitan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, baik masalah yang berhubungan dengan pembelajaran, pekerjaan maupun hal-hal lainnya. (Ariyanto, A., 2020).

Menurut Goleman, D. (2015) dalam Asikin dkk (2020) bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi faktor-faktor yang menentukan kesuksesan dalam hidup, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain. Salah satu faktor lainnya adalah emosional. Memiliki kecerdasan emosional tinggi menjadi sangat penting dalam pencapaian keberhasilan dibanding IQ tinggi yang diukur berdasarkan uji standar terhadap kognitif verbal dan non-verbal. (Asikin dkk, 2020).

Dampak Kesiapan Siswa Terhadap Sistem Pembelajaran Era Digital 5.0

Pelaksanaan pembelajaran secara digital menggeser peranan guru sebagai pengajar dalam dunia pendidikan, dengan orang yang mendampingi siswa selama proses pembelajaran. Peranan lingkungan sekitar dari setiap siswa memberikan dampak positif pada hasil belajar yang diperoleh siswa.

Saat pandemi Covid-19 beberapa temuan selama pembelajaran daring tersebut yaitu penyebab dari hasil belajar siswa yang selalu mencapai KKM atau nilainya selalu bagus pada hampir setiap tugas yang diberikan oleh gurunya dibandingkan dengan hasil belajar siswa selama pembelajaran tatap muka di sekolah (Khurriyati, 2021).   Kehadiran digitalisasi sangat membantu siswa dalam belajar. Hal ini membuat meningkatnya waktu belajar yang dapat digunakan oleh siswa.

Menurut Wagner (2005) dalam Aziz (2021)  bahwa pembelajaran secara digital dapat dipahami sebagai proses pendidikan, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat pelatihan, untuk mendistribusikan konten pembelajaran, komunikasi antara guru dan siswa.

Upaya dalam Mengatasi Kesiapan Siswa Terhadap Sistem Pembelajaran Era Digital 5.0

Siswa yang tidak berada pada kondisi yang siap dalam belajar akan mengalami kecenderungan untuk sulit dalam mengikuti dan memahami proses pembelajaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pendekatan behavioral. Pendekatan behavioral adalah teori tingkah laku pada konseling yang berfokus pada tingkah laku seseorang yang luas cakupannya.

Pendekatan behavioral menekankan kepada kondisi kognitif seseorang untuk mengubah tingkah lakunya, ini bisa terjadi karena semua orang berpotensi untuk berperilaku benar atau salah, tingkah laku yang tidak tepat atau salah bisa dirubah menjadi tingkah laku yang tepat atau benar, di samping itu seseorang juga berpotensi merefleksi, mengatur dan mengontrol tingkah lakunya. (Fauziah, 2020).

Indonesia, yang masih belum pulih dari dampak revolusi industri keempat, dikejutkan oleh gagasan baru yang dikenal sebagai masyarakat 5.0. Kreatifitas, berpikir kritis, komunikasi, dan kerjasama yang juga dikenal dengan 4C saat ini menjadi fokus keahlian dalam industri pendidikan abad 21. (Risdianto, 2019).

Kepemimpinan, literasi digital, komunikasi, kecerdasan emosional, kewirausahaan, kewarganegaraan global, pemecahan masalah, dan kerja tim adalah beberapa keterampilan yang harus dimiliki di abad 21. Apakah pendidikan kita siap menghadapi tantangan society 5.0? Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dunia pendidikan di Indonesia untuk mempersiapkan society 5.0, diantaranya adalah infrastruktur, SDM, dan keharusan pemerintah dalam menyelaraskan industri dan pendidikan.

Pemerintah harus berupaya meningkatkan untuk pemerataan pembangunan dan perluasan koneksi internet ke seluruh pelosok tanah air, karena seperti yang kita ketahui bersama, tidak semua daerah di tanah air memiliki akses internet.

SDM yang berperan sebagai guru harus memiliki kemampuan digital dan kemampuan berpikir kreatif. Guru harus lebih imajinatif dan aktif di kelas di masa society 5.0 (masyarakat 5.0), menurut Zulkifar Alimuddin, Direktur Hafecs (Layanan Konsultasi Pendidikan yang Sangat Berfungsi). (Alimuddin, 2019).

Pemerintah diharapkan harus mampu  menyelaraskan pendidikan dan industri agar nantinya lulusan perguruan tinggi dan sekolah dapat bekerja sesuai profesinya dan memenuhi kebutuhan industri, sehingga mengurangi pengangguran di Indonesia. Keempat, menggunakan teknologi untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar.

Kehadiran era baru yaitu era digitalisasi 5.0 memberikan dampak secara besar-besar pada dunia pendidikan. Dunia pendidikan harus mampu untuk berkolaborasi dengan transformasi digitalisasi. Keharusan dalam memberikan beberapa dampak kepada pelaksanaan pembelajaran di dunia pendidikan salah satunya, pada kesiapan siswa.

Kehadiran era digitalisasi juga membawa perubahan baru ke dalam kurikulum pendidikan di mana, siswa harus mampu secara mandiri untuk menggali berbagai informasi untuk menambah pengetahuannya sendiri dengan digitalisasi. Pentingnya elemen tersebut akan memberikan berbagai macam dampak namun, kehadiran digitalisasi dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa yang didukung oleh faktor motivasi dan pendidikan karakter yang sangat penting dalam kesuksesan siswa.

Oleh: Mario Nur Shahaf, Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang

Referensi

Mega, I.K. (2022). Mempersiapkan Pendidikan di Era Tren Digital (Society 5.0). Jurnal Belaindika,4(3).

Afif, Nur. (2019). Pengajaran dan Pembelajaran di Era Digital. Jurnal Pendidikan Islam, 2(1).

Husnusaddah. (2021). Strategi Pembelajaran E-Learning di Era Digitalisasi. Jurnal Pendidikan Islam,1(1).

Suarsi, Ika dkk. (2023). Pengaruh Kesiapan dan Keterlibatan Siswa Terhadap Prestasi  Akademik Pada Era Digital. Jurnal Ilmiah Kajian Psikologi, 1(2).

Leny, Lince. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan. Prosiding,1(1).

Gemilang, A.F. dkk. (2021). Deskripsi Kemandirian Peserta Didik Selama School From Home Pada Masa Pandemi Covid-19. Psikoilamedia Jurnal Psikologi,6(2).

Asikin, Y.A. dkk,. (2022). Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. AJBE,6(2).

Nurjan, S., & Syam, A. R. (2021). Peningkatan Keaktifan Dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Pai Dengan Penerapan Metode Card Sort Di Sdn 2 Sanan Wonogiri:-. Al Kamal, 1(1), 43-63.

Saputro, A. D., Atun, S., Wilujeng, I., Ariyanto, A., & Arifin, S. (2020). Enhancing Pre- Service Elementary Teachers’ Self-Efficacy and Critical Thinking Using Problem- Based Learning. European Journal of Educational Research, 9(2), 765-773.

Sunaryo, S. A., Sendayu, F. S., & Syam, A. R. (2021). Internalization of Huma Betang Cultural Values through Narrative Counseling for Elementary Education Students. Jurnal Indria (Jurnal Ilmiah Guruan Prasekolah dan Sekolah Awal), 6(1).

Ariyanto, A. (2020). Peningkatan Pemahaman Konsep Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching Kelas VII Semester Gasal SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Tahun Ajaran 2019/2020.

Khuriyati, dkk,. (2021). Dampak Pembelajaran Daring Terhadap Hasil Belajar Siswa MI Muhammadiyah 5 Surabaya. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar,8(1).

Azis, dkk,. (2020). Pengaruh Pembelajaran Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa. Manajerial,15(1).

Fauziah, dkk. (2020). Meningkatkan Kesiapan Belajar Siswa Melalui Pendekatan Behavioral. Jurnal Pendidikan dan Konseling,10(1).

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment